Ads

Wednesday, April 04, 2007

Ubur-ubur Kotak Punya Penglihatan Seperti Manusia

Selasa, 03 April 2007 - 12:32 wib

Tidak seperti ubur-ubur pada umumnya yang hanya bergerak mengikuti arus air, seekor ubur-ubur kotak beracun bisa begitu gesit berenang di air. Hal ini membuatnya istimewa karena di balik kemampuannya, ia memiliki mata yang mirip mata manusia.

Ubur-ubur kotak tergolong hewan laut yang sangat aktif, dapat bergerak cepat di antara rintangan dan berbelok hingga 180 derajat alias berbalik arah. Para ilmuwan memprediksi sebagian dari 24 mata yang dimiliki ubur-ubur kotak mampu menangkap gerakan objek yang ada di dekatnya sehingga dapat bergerak setangkas itu.

"Dilihat dari perilakunya, mereka berbeda dengan ubur-ubur pada umumnya," ujar Anders Garm, ketua tim peneliti dari Universitas Lund, Swedia. Rangkaian matanya terletak di struktur yang berbentuk mirip mangkuk yang tergantung di badannya yang berbentuk seperti kubus.

Kalau manusia hanya memiliki sepasang mata yang memiliki fungsi beragam dari mendeteksi warna, ukuran, bentuk, dan intensitas cahaya, ubur-ubur kotak memiliki empat buah mata yang masing-masing punya fungsi berbeda. Sepasang mata yang paling primitif hanya mendeteksi tingkat pencahayaan, namun sepasang mata lainnya lebih canggih karena dapat mendeteksi warna dan ukuran objek.

Untuk menguji cara kerja matanya, Garm meletakkan ubur-ubur kotak di sebuah ruangan yang berisi air mengalir dan memasukkan objek-objek berbeda untuk melihat reaksi ubur-ubur. Terlihat bahwa ubur-ubur dengan mudah menghindari objek yang berbeda ukuran dan warna namun kesulitan menghadapi objek yang transparan.

Temuan ini mengejutkan karena ubur-ubur satu-satunya hewan tingkat rendah dari filum Cnidaria yang memiliki mata sekompleks ini. Dengan memahami cara kerja matanya, para ilmuwan berharap dapat mempelajari sejarah dan proses evolusi mata.

Sumber: LiveScience.com
Penulis: Wah

Fosil Manusia Prasejarah Ditemukan di China

Selasa, 03 April 2007 - 19:09 wib
Fosil manusia prasejarah yang baru saja digali dari sebuah gua di China dapat memberikan petunjuk sejarah manusia modern. Temuan ini akan menambah bukti-bukti untuk menguak migrasi nenek moyang manusia modern ke Asia Timur yang masih penuh teka-teki.

Dari Gua Tianyuan di dekat Beijing, para peneliti menemukan 34 potongan tulang yang diperkirakan berasal dari satu badan. Pengukuran radiokarbon menunjukkan tulang tersebut telah berumur antara 42 ribu tahun hingga 39 ribu tahun.

Pada periode ini, manusia modern diperkirakan mulai menyebar dari asalnya di Afrika ke berbagai kawasan hingga ke Asia Timur. Sayangnya hanya ada dua bukti fosil yang ditemukan di kawasan Asia sejauh ini sehingga untuk melacak jejak penyebaran manusia masih sulit dilakukan.

"Kita punya fosil dari Gua Niah di Serawak, Malaysia dan sekarang spesimen di China. Kalau Anda pergi ke barat, spesimen berikutnya baru ditemukan di Libanon. Dan tidak ada fosil yang ditemukan di antaranya," ujar Profesor Erik Trinkaus dari Universitas Washington,AS.

Sesuai teori Jalan Keluar Afrika, manusia modern (Homo sapiens) muncul pertama kali di Afrika Timur sebelum menyebar ke seluruh belahan dunia sekitar 70 ribu tahun lalu. Kehadiran manusia modern mendesak manusia purba yang hidup lebih dulu, misalnya manusia Neanderthal.


Kawin silang
Namun, sebagian dari manusia modern sepertinya melakukan kawin silang dengan manusia purba. Hal tersebut mungkin juga dilakukan manusia yang ditemukan di Tianyuan tersebut. Sebab, hasil pengamatan Trinkaus dan koleganya memperlihatkan postur tubuh manusia Tianyuan seperti Homo sapiens, namun memiliki karakteristik manusia purba, seperti gigi depan yang besar.

Ia mungkin hasil perkawinan silang antara manusia modern yang keluar dari Afrika dengan manusia purba yang telah tinggal di Eropa dan Asia. Menuruntya, hal tersebut besar kemungkinannya terjadi.

Ia menambahkan, perkawinan silang terbukti sangat mudah terjadi di dunia hewan. Dua spesies berbeda dari satu keturunan yang telah terpisah sejak dua juta tahun dapat melakukan perkawinan silang dan menghasilkan keturunan yang subur. Misalnya, pada kucing liar Scotlandia yang menjadi jinak melalui proses kawin silang.

Kucing domestik dan kucing liar merupakan spesies berbeda yang terpisah sejak ratusan ribu tahun bahkan jutaan tahun lalu dan memiliki ukuran tubuh sangat berbeda. Namun, perkawinan keduanya dapat menghasilkan keturunan yang subur.

Meski demikian, teori perkawinan silang antara manusia modern dan manusia purba masih kontroversial. Sebagian pakar paleoanthropologi menduga sebagain sifat manusia purba memang masih diturunkan kepada manusia modern sebelum hilang selamanya secara bertahap pada keturunan keturunan berikutnya. Selain itu, belum ada bukti genetik yang menunjukkan terjadinya proses tersebut.


Gaya hidup
Selain melacak asal-usulnya, para peneliti juga berusaha mempelajari gaya hidup manusia modern dari Tianyuan dengan menganalisis tulangnya. Dilihat dari struktur giginya, ia sepertinya meninggal saat bersuia 40 hingga 50 tahunan. Namun, tidak ditemukannya tulang panggul sulit ditentukan jensi kelaminnya.

Di tubuhnya juga terlihat adanya tanda-tanda penyakit. Giginya banyak yang tanggal sebelum mati. Selain itu, terdapat bekas luka di tulang kakinya yang mungkin disebabkan perubahan otot yang menempel padanya karena penyakit tertentu. Meski demikian, ia sepertinya tidak cacat dan tetap bisa beraktivitas secara aktif.

Tulang jari kakinya menunjukkan bahwa ia menggunakan alas kaki. Hasil penelusuran awal yang dilakukan Trinkaus memperlihatkan bahwa jari-jari kakinya mengalami kemunduran yang meungkin disebabkan penggunaan sepatu yang keras di zaman Paleolithikum Awal. Jika hal ini benar, berarti sepatu telah ditemukan jauh lebih awal dari perkiraan sebelumnya, 10 ribu tahun lalu.

Sumber: BBC
Penulis: Wah

Monday, April 02, 2007

Islam Masuk ke Nusantara Ketika Rasulullah SAW Masih Hidup (Bag.2, Tamat)

Rabu, 28 Mar 07 14:23 WIB
Sejarahwan T. W. Arnold dalam karyanya “The Preaching of Islam” (1968) juga menguatkan temuan bahwa agama Islam telah dibawa oleh mubaligh-mubaligh Islam asal jazirah Arab ke Nusantara sejak awal abad ke-7 M.

Setelah abad ke-7 M, Islam mulai berkembang di kawasan ini, misal, menurut laporan sejarah negeri Tiongkok bahwa pada tahun 977 M, seorang duta Islam bernama Pu Ali (Abu Ali) diketahui telah mengunjungi negeri Tiongkok mewakili sebuah negeri di Nusantara (F. Hirth dan W. W. Rockhill (terj), Chau Ju Kua, His Work On Chinese and Arab Trade in XII Centuries, St.Petersburg: Paragon Book, 1966, hal. 159).

Bukti lainnya, di daerah Leran, Gresik, Jawa Timur, sebuah batu nisan kepunyaan seorang Muslimah bernama Fatimah binti Maimun bertanggal tahun 1082 telah ditemukan. Penemuan ini membuktikan bahwa Islam telah merambah Jawa Timur di abad ke-11 M (S. Q. Fatini, Islam Comes to Malaysia, Singapura: M. S. R.I., 1963, hal. 39).

Dari bukti-bukti di atas, dapat dipastikan bahwa Islam telah masuk ke Nusantara pada masa Rasulullah masih hidup. Secara ringkas dapat dipaparkan sebagai berikut: Rasululah menerima wahyu pertama di tahun 610 M, dua setengah tahun kemudian menerima wahyu kedua (kuartal pertama tahun 613 M), lalu tiga tahun lamanya berdakwah secara diam-diam—periode Arqam bin Abil Arqam (sampai sekitar kuartal pertama tahun 616 M), setelah itu baru melakukan dakwah secara terbuka dari Makkah ke seluruh Jazirah Arab.

Menurut literatur kuno Tiongkok, sekitar tahun 625 M telah ada sebuah perkampungan Arab Islam di pesisir Sumatera (Barus). Jadi hanya 9 tahun sejak Rasulullah SAW memproklamirkan dakwah Islam secara terbuka, di pesisir Sumatera sudah terdapat sebuah perkampungan Islam.

Selaras dengan zamannya, saat itu umat Islam belum memiliki mushaf Al-Qur’an, karena mushaf Al-Qur’an baru selesai dibukukan pada zaman Khalif Utsman bin Affan pada tahun 30 H atau 651 M. Naskah Qur’an pertama kali hanya dibuat tujuh buah yang kemudian oleh Khalif Utsman dikirim ke pusat-pusat kekuasaan kaum Muslimin yang dipandang penting yakni (1) Makkah, (2) Damaskus, (3) San’a di Yaman, (4) Bahrain, (5) Basrah, (6) Kuffah, dan (7) yang terakhir dipegang sendiri oleh Khalif Utsman.

Naskah Qur’an yang tujuh itu dibubuhi cap kekhalifahan dan menjadi dasar bagi semua pihak yang berkeinginan menulis ulang. Naskah-naskah tua dari zaman Khalifah Utsman bin Affan itu masih bisa dijumpai dan tersimpan pada berbagai museum dunia. Sebuah di antaranya tersimpan pada Museum di Tashkent, Asia Tengah.

Mengingat bekas-bekas darah pada lembaran-lembaran naskah tua itu maka pihak-pihak kepurbakalaan memastikan bahwa naskah Qur’an itu merupakan al-Mushaf yang tengah dibaca Khalif Utsman sewaktu mendadak kaum perusuh di Ibukota menyerbu gedung kediamannya dan membunuh sang Khalifah.

Perjanjian Versailes (Versailes Treaty), yaitu perjanjian damai yang diikat pihak Sekutu dengan Jerman pada akhir Perang Dunia I, di dalam pasal 246 mencantumkan sebuah ketentuan mengenai naskah tua peninggalan Khalifah Ustman bin Affan itu yang berbunyi: (246) Di dalam tempo enam bulan sesudah Perjanjian sekarang ini memperoleh kekuatannya, pihak Jerman menyerahkan kepada Yang Mulia Raja Hejaz naskah asli Al-Qur’an dari masa Khalif Utsman, yang diangkut dari Madinah oleh pembesar-pembesar Turki, dan menurut keterangan, telah dihadiahkan kepada bekas Kaisar William II (Joesoef Sou’yb, Sejarah Khulafaur Rasyidin, Bulan Bintang, cet. 1, 1979, hal. 390-391).

Sebab itu, cara berdoa dan beribadah lainnya pada saat itu diyakini berdasarkan ingatan para pedagang Arab Islam yang juga termasuk para al-Huffadz atau penghapal al-Qur’an.

Menengok catatan sejarah, pada seperempat abad ke-7 M, kerajaan Budha Sriwijaya tengah berkuasa atas Sumatera. Untuk bisa mendirikan sebuah perkampungan yang berbeda dari agama resmi kerajaan—perkampungan Arab Islam—tentu membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum diizinkan penguasa atau raja. Harus bersosialisasi dengan baik dulu kepada penguasa, hingga akrab dan dipercaya oleh kalangan kerajaan maupun rakyat sekitar, menambah populasi Muslim di wilayah yang sama yang berarti para pedagang Arab ini melakukan pembauran dengan jalan menikahi perempuan-perempuan pribumi dan memiliki anak, setelah semua syarat itu terpenuhi baru mereka—para pedagang Arab Islam ini—bisa mendirikan sebuah kampung di mana nilai-nilai Islam bisa hidup di bawah kekuasaan kerajaan Budha Sriwijaya.

Perjalanan dari Sumatera sampai ke Makkah pada abad itu, dengan mempergunakan kapal laut dan transit dulu di Tanjung Comorin, India, konon memakan waktu dua setengah sampai hampir tiga tahun. Jika tahun 625 dikurangi 2, 5 tahun, maka yang didapat adalah tahun 622 Masehi lebih enam bulan. Untuk melengkapi semua syarat mendirikan sebuah perkampungan Islam seperti yang telah disinggung di atas, setidaknya memerlukan waktu selama 5 hingga 10 tahun.

Jika ini yang terjadi, maka sesungguhnya para pedagang Arab yang mula-mula membawa Islam masuk ke Nusantara adalah orang-orang Arab Islam generasi pertama para shahabat Rasulullah, segenerasi dengan Ali bin Abi Thalib r. A..

Kenyataan inilah yang membuat sejarawan Ahmad Mansyur Suryanegara sangat yakin bahwa Islam masuk ke Nusantara pada saat Rasulullah masih hidup di Makkah dan Madinah. Bahkan Mansyur Suryanegara lebih berani lagi dengan menegaskan bahwa sebelum Muhammad diangkat menjadi Rasul, saat masih memimpin kabilah dagang kepunyaan Khadijah ke Syam dan dikenal sebagai seorang pemuda Arab yang berasal dari keluarga bangsawan Quraisy yang jujur, rendah hati, amanah, kuat, dan cerdas, di sinilah ia bertemu dengan para pedagang dari Nusantara yang juga telah menjangkau negeri Syam untuk berniaga.

“Sebab itu, ketika Muhammad diangkat menjadi Rasul dan mendakwahkan Islam, maka para pedagang di Nusantara sudah mengenal beliau dengan baik dan dengan cepat dan tangan terbuka menerima dakwah beliau itu, ” ujar Mansyur yakin.

Dalam literatur kuno asal Tiongkok tersebut, orang-orang Arab disebut sebagai orang-orang Ta Shih, sedang Amirul Mukminin disebut sebagai Tan mi mo ni’. Disebutkan bahwa duta Tan mi mo ni’, utusan Khalifah, telah hadir di Nusantara pada tahun 651 Masehi atau 31 Hijriah dan menceritakan bahwa mereka telah mendirikan Daulah Islamiyah dengan telah tiga kali berganti kepemimpinan. Dengan demikian, duta Muslim itu datang ke Nusantara di perkampungan Islam di pesisir pantai Sumatera pada saat kepemimpinan Khalifah Utsman bin Affan (644-656 M). Hanya berselang duapuluh tahun setelah Rasulullah SAW wafat (632 M).

Catatan-catatan kuno itu juga memaparkan bahwa para peziarah Budha dari Cina sering menumpang kapal-kapal ekspedisi milik orang-orang Arab sejak menjelang abad ke-7 Masehi untuk mengunjungi India dengan singgah di Malaka yang menjadi wilayah kerajaan Budha Sriwijaya.

Gujarat Sekadar Tempat Singgah

Jelas, Islam di Nusantara termasuk generasi Islam pertama. Inilah yang oleh banyak sejarawan dikenal sebagai Teori Makkah. Jadi Islam di Nusantara ini sebenarnya bukan berasal dari para pedagang India (Gujarat) atau yang dikenal sebagai Teori Gujarat yang berasal dari Snouck Hurgronje, karena para pedagang yang datang dari India, mereka ini sebenarnya berasal dari Jazirah Arab, lalu dalam perjalanan melayari lautan menuju Sumatera (Kutaraja atau Banda Aceh sekarang ini) mereka singgah dulu di India yang daratannya merupakan sebuah tanjung besar (Tanjung Comorin) yang menjorok ke tengah Samudera Hindia dan nyaris tepat berada di tengah antara Jazirah Arab dengan Sumatera.

Bukalah atlas Asia Selatan, kita akan bisa memahami mengapa para pedagang dari Jazirah Arab menjadikan India sebagai tempat transit yang sangat strategis sebelum meneruskan perjalanan ke Sumatera maupun yang meneruskan ekspedisi ke Kanton di Cina. Setelah singgah di India beberapa lama, pedagang Arab ini terus berlayar ke Banda Aceh, Barus, terus menyusuri pesisir Barat Sumatera, atau juga ada yang ke Malaka dan terus ke berbagai pusat-pusat perdagangan di daerah ini hingga pusat Kerajaan Budha Sriwijaya di selatan Sumatera (sekitar Palembang), lalu mereka ada pula yang melanjutkan ekspedisi ke Cina atau Jawa.

Disebabkan letaknya yang sangat strategis, selain Barus, Banda Aceh ini telah dikenal sejak zaman dahulu. Rute pelayaran perniagaan dari Makkah dan India menuju Malaka, pertama-tama diyakini bersinggungan dahulu dengan Banda Aceh, baru menyusuri pesisir barat Sumatera menuju Barus. Dengan demikian, bukan hal yang aneh jika Banda Aceh inilah yang pertama kali disinari cahaya Islam yang dibawa oleh para pedagang Arab. Sebab itu, Banda Aceh sampai sekarang dikenal dengan sebutan Serambi Makkah.(Rz, Tamat)

Tahukah Anda: Islam Masuk ke Nusantara Saat Rasulullah SAW Masih Hidup (Bag.1)

Senin, 26 Mar 07 14:01 WIB

Islam masuk ke Nusantara dibawa para pedagang dari Gujarat, India, di abad ke 14 Masehi. Teori masuknya Islam ke Nusantara dari Gujarat ini disebut juga sebagai Teori Gujarat. Demikian menurut buku-buku sejarah yang sampai sekarang masih menjadi buku pegangan bagi para pelajar kita, dari tingkat sekolah dasar hingga lanjutan atas, bahkan di beberapa perguruan tinggi.

Namun, tahukah Anda bahwa Teori Gujarat ini berasal dari seorang orientalis asal Belanda yang seluruh hidupnya didedikasikan untuk menghancurkan Islam? Orientalis ini bernama Snouck Hurgronje, yang demi mencapai tujuannya, ia mempelajari bahasa Arab dengan sangat giat, mengaku sebagai seorang Muslim, dan bahkan mengawini seorang Muslimah, anak seorang tokoh di zamannya.

Menurut sejumlah pakar sejarah dan juga arkeolog, jauh sebelum Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, telah terjadi kontak dagang antara para pedagang Cina, Nusantara, dan Arab. Jalur perdagangan selatan ini sudah ramai saat itu.

Mengutip buku Gerilya Salib di Serambi Makkah (Rizki Ridyasmara, Pustaka Alkautsar, 2006) yang banyak memaparkan bukti-bukti sejarah soal masuknya Islam di Nusantara, Peter Bellwood, Reader in Archaeology di Australia National University, telah melakukan banyak penelitian arkeologis di Polynesia dan Asia Tenggara.

Bellwood menemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa sebelum abad kelima masehi, yang berarti Nabi Muhammad SAW belum lahir, beberapa jalur perdagangan utama telah berkembang menghubungkan kepulauan Nusantara dengan Cina. Temuan beberapa tembikar Cina serta benda-benda perunggu dari zaman Dinasti Han dan zaman-zaman sesudahnya di selatan Sumatera dan di Jawa Timur membuktikan hal ini.

Dalam catatan kakinya Bellwood menulis, “Museum Nasional di Jakarta memiliki beberapa bejana keramik dari beberapa situs di Sumatera Utara. Selain itu, banyak barang perunggu Cina, yang beberapa di antaranya mungkin bertarikh akhir masa Dinasti Zhou (sebelum 221 SM), berada dalam koleksi pribadi di London. Benda-benda ini dilaporkan berasal dari kuburan di Lumajang, Jawa Timur, yang sudah sering dijarah…” Bellwood dengan ini hendak menyatakan bahwa sebelum tahun 221 SM, para pedagang pribumi diketahui telah melakukan hubungan dagang dengan para pedagang dari Cina.

Masih menurutnya, perdagangan pada zaman itu di Nusantara dilakukan antar sesama pedagang, tanpa ikut campurnya kerajaan, jika yang dimaksudkan kerajaan adalah pemerintahan dengan raja dan memiliki wilayah yang luas. Sebab kerajaan Budha Sriwijaya yang berpusat di selatan Sumatera baru didirikan pada tahun 607 Masehi (Wolters 1967; Hall 1967, 1985). Tapi bisa saja terjadi, “kerajaan-kerajaan kecil” yang tersebar di beberapa pesisir pantai sudah berdiri, walau yang terakhir ini tidak dijumpai catatannya.

Di Jawa, masa sebelum masehi juga tidak ada catatan tertulisnya. Pangeran Aji Saka sendiri baru “diketahui” memulai sistem penulisan huruf Jawi kuno berdasarkan pada tipologi huruf Hindustan pada masa antara 0 sampai 100 Masehi. Dalam periode ini di Kalimantan telah berdiri Kerajaan Hindu Kutai dan Kerajaan Langasuka di Kedah, Malaya. Tarumanegara di Jawa Barat baru berdiri tahun 400-an Masehi. Di Sumatera, agama Budha baru menyebar pada tahun 425 Masehi dan mencapai kejayaan pada masa Kerajaan Sriwijaya.

Temuan G. R Tibbets

Adanya jalur perdagangan utama dari Nusantara—terutama Sumatera dan Jawa—dengan Cina juga diakui oleh sejarahwan G. R. Tibbetts. Bahkan Tibbetts-lah orang yang dengan tekun meneliti hubungan perniagaan yang terjadi antara para pedagang dari Jazirah Arab dengan para pedagang dari wilayah Asia Tenggara pada zaman pra Islam. Tibbetts menemukan bukti-bukti adanya kontak dagang antara negeri Arab dengan Nusantara saat itu.

“Keadaan ini terjadi karena kepulauan Nusantara telah menjadi tempat persinggahan kapal-kapal pedagang Arab yang berlayar ke negeri Cina sejak abad kelima Masehi, ” tulis Tibbets. Jadi peta perdagangan saat itu terutama di selatan adalah Arab-Nusantara-China.

Sebuah dokumen kuno asal Tiongkok juga menyebutkan bahwa menjelang seperempat tahun 700 M atau sekitar tahun 625 M—hanya berbeda 15 tahun setelah Rasulullah menerima wahyu pertama atau sembilan setengah tahun setelah Rasulullah berdakwah terang-terangan kepada bangsa Arab—di sebuah pesisir pantai Sumatera sudah ditemukan sebuah perkampungan Arab Muslim yang masih berada dalam kekuasaan wilayah Kerajaan Budha Sriwijaya.

Di perkampungan-perkampungan ini, orang-orang Arab bermukim dan telah melakukan asimilasi dengan penduduk pribumi dengan jalan menikahi perempuan-perempuan lokal secara damai. Mereka sudah beranak–pinak di sana. Dari perkampungan-perkampungan ini mulai didirikan tempat-tempat pengajian al-Qur’an dan pengajaran tentang Islam sebagai cikal bakal madrasah dan pesantren, umumnya juga merupakan tempat beribadah (masjid).

Temuan ini diperkuat Prof. Dr. HAMKA yang menyebut bahwa seorang pencatat sejarah Tiongkok yang mengembara pada tahun 674 M telah menemukan satu kelompok bangsa Arab yang membuat kampung dan berdiam di pesisir Barat Sumatera. Ini sebabnya, HAMKA menulis bahwa penemuan tersebut telah mengubah pandangan orang tentang sejarah masuknya agama Islam di Tanah Air. HAMKA juga menambahkan bahwa temuan ini telah diyakini kebenarannya oleh para pencatat sejarah dunia Islam di Princetown University di Amerika.

Pembalseman Firaun Ramses II Pakai Kapur Barus Dari Nusantara

Dari berbagai literatur, diyakini bahwa kampung Islam di daerah pesisir Barat Pulau Sumatera itu bernama Barus atau yang juga disebut Fansur. Kampung kecil ini merupakan sebuah kampung kuno yang berada di antara kota Singkil dan Sibolga, sekitar 414 kilometer selatan Medan. Di zaman Sriwijaya, kota Barus masuk dalam wilayahnya. Namun ketika Sriwijaya mengalami kemunduran dan digantikan oleh Kerajaan Aceh Darussalam, Barus pun masuk dalam wilayah Aceh.

Amat mungkin Barus merupakan kota tertua di Indonesia mengingat dari seluruh kota di Nusantara, hanya Barus yang namanya sudah disebut-sebut sejak awal Masehi oleh literatur-literatur Arab, India, Tamil, Yunani, Syiria, Armenia, China, dan sebagainya.

Sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus, salah seorang Gubernur Kerajaan Yunani yang berpusat di Aleksandria Mesir, pada abad ke-2 Masehi, juga telah menyebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera terdapat sebuah bandar niaga bernama Barousai (Barus) yang dikenal menghasilkan wewangian dari kapur barus.

Bahkan dikisahkan pula bahwa kapur barus yang diolah dari kayu kamfer dari kota itu telah dibawa ke Mesir untuk dipergunakan bagi pembalseman mayat pada zaman kekuasaan Firaun sejak Ramses II atau sekitar 5. 000 tahun sebelum Masehi!

Berdasakan buku Nuchbatuddar karya Addimasqi, Barus juga dikenal sebagai daerah awal masuknya agama Islam di Nusantara sekitar abad ke-7 Masehi. Sebuah makam kuno di kompleks pemakaman Mahligai, Barus, di batu nisannya tertulis Syekh Rukunuddin wafat tahun 672 Masehi. Ini memperkuat dugaan bahwa komunitas Muslim di Barus sudah ada pada era itu.

Sebuah Tim Arkeolog yang berasal dari Ecole Francaise D’extreme-Orient (EFEO) Perancis yang bekerjasama dengan peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobu Tua-Barus, telah menemukan bahwa pada sekitar abad 9-12 Masehi, Barus telah menjadi sebuah perkampungan multi-etnis dari berbagai suku bangsa seperti Arab, Aceh, India, China, Tamil, Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis, Bengkulu, dan sebagainya.

Tim tersebut menemukan banyak benda-benda berkualitas tinggi yang usianya sudah ratusan tahun dan ini menandakan dahulu kala kehidupan di Barus itu sangatlah makmur.

Di Barus dan sekitarnya, banyak pedagang Islam yang terdiri dari orang Arab, Aceh, dan sebagainya hidup dengan berkecukupan. Mereka memiliki kedudukan baik dan pengaruh cukup besar di dalam masyarakat maupun pemerintah (Kerajaan Budha Sriwijaya). Bahkan kemudian ada juga yang ikut berkuasa di sejumlah bandar. Mereka banyak yang bersahabat, juga berkeluarga dengan raja, adipati, atau pembesar-pembesar Sriwijaya lainnya. Mereka sering pula menjadi penasehat raja, adipati, atau penguasa setempat. Makin lama makin banyak pula penduduk setempat yang memeluk Islam. Bahkan ada pula raja, adipati, atau penguasa setempat yang akhirnya masuk Islam. Tentunya dengan jalan damai (Rz, Bersambung)

Singapura dan Isu Uang Haram dari Indonesia

Sabtu, 31 Maret 2007
Pemerintah Singapura ’tersengat’ dengan isu pencucian uang haram asal Indonesia. Diperkirakan, 55.000 orang superkaya di Singapura adalah orang Indonesia

Hidayatullah.com--Menteri Perdagangan dan Industri Singapura Lim Hng Kiang menegaskan bahwa reputasi negaranya sebagai pusat pelayanan jasa keuangan dunia tidak ingin dikorbankan dengan menampung uang hasil pencucian (money laundering), penyelundupan atau dari kegiatan illegal lainnya.

"Kami tidak ingin uang kotor (dirty money)," katanya di depan sejumlah wartawan Indonesia yang melakukan pers tour di Singapura, Rabu (28/03).

Menurut dia, tidak ada untungnya bagi Singapura untuk menampung uang dari hasil kegiatan illegal di Indonesia, karena Singapura, menjadi salah satu negara yang memiliki kelebihan dalam pelayanan jasa keuangan antara lain karena dinilai bebas dari praktek-praktek korupsi dan berbagai bentuk penyimpangan lainnya.

"Berapa kami bisa kumpulkan uang dari pelaku kejahatan di Indonesia, sepuluh juta dolar?" ujarnya balik bertanya seraya meyebutkan bahwa perputaran uang dari kegiatan pelayanana jasa keuangan (resmi-red) di negaranya mencapai 750 juta dolar Singapura.

Lim Hng Kiang menjamin bahwa praktek-praktek semacam itu tidak mungkin terjadi di negaranya mengingat bahwa reputasi lembaga keuangan di Singapura bisa disejajarkan dengan lembaga-lembaga keuangan terkemuka di dunia seperti Federal Reserve di Amerika Serikat atau lembaga-lembaga keuangan di Swiss.

Ia juga menyambut gembira rencana dilanjutkannya pembahasan perjanjian ektradisi antara Indonesia dan Singapura. "Setelah ditandatangani, tentunya kami akan mematuhi kesepakatan itu," ujarnya.

Ia mengemukakan bahwa negaranya tidak bisa begitu saja menangkap atau menyerahkan para tersangka pelaku kejahatan yang diminta oleh pemerintah Indonesia sejauh tidak ditemukan bukti-bukti bahwa mereka melanggar hukum Singapura.

Ditempat terpisah, sehari sebelumnya, Menlu Singapura George Yeo juga menyatakan bahwa walaupun belum bisa mengkonfirmasikan tanggalnya, telah dicapai kesepakatan dengan pihak Indonesia untuk secepatnya melanjutkan pembahasan perjanjian ektradisi dan pakta kerjasama pertahanan yang mandeg sejak tiga tahun lalu.

Terbesar
Pada bagian lain, Lim Hng Kiang mengemukakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara mitra dagang penting Singapura yang menduduki tempat kelima dengan nilai perdagangan pada 2006 mencapai 62,9 juta dolar Singapura, terdiri dari 23,4 juta dolar impor dan 39,5 juta dolar ekspor.

Dari Indonesia, Singapura antara lain mengimpor karet dan minyak kelapa sawit dan sebaliknya mengekspor antara lain peralatan teknologi tinggi, elektronika dan bahan kimia.

Dimasa mendatang, lanjutnya, Singapura juga ingin bekerjasama dengan Indonesia khususnya di bidang bioenergi khususnya pengembangan minyak jarak. Sejumlah pengusaha dari Eropa yang bergerak dalam pemrosesan minyak jarak, menurut menteri, juga sudah menyatakan minatnya untuk beroperasi di Singapura.

Di sektor investasi, pada 2005 Singapura tercatat sebagai penanam modal asing terbesar di Indonesia dan pada periode antara Januari sampai Oktober 2006, menduduki tempat kedua setelah Malaysia.

Pada 2004, tercatat 659 perusahaan Singapura yang beroperasi di Indonesia.

Namun demikian, mengingat semakin ketatnya persaingan untuk menarik modal asing, Lim Hng Kiang berharap agar Indonesia memperbaiki iklim usaha antara lain di bidang kepabeanan, perburuhan dan keamanan.

Menurut dia, negara-negara lain terutama China dengan gencar-gencarnya terus memperbaiki diri dan mengembangkan berbagai zona kawasan industri guna menarik para investor asing, begitu pula dengan pendatang baru, Vietnam yang juga terus berbenah diri.

Singapura, sambungnya, juga ikut membantu Indonesia mengembangkan kawasan Batam, Bintan dan Karimun di Popinsi Kepulauan Riau menjadi Zona Ekonomi Khusus. Sejumlah menteri kedua negara yang duduk dalam Komisi Bersama pengembangan wilayah itu, tutur Lim Hng Kiang, telah melakukan pertemuan empat kali, menunjukkan keseriusan para petinggi kedua negara mewujudkan hal itu.

Mengenai kerjasama antar ASEAN, sambungnya, difokuskan untuk mewujudkan Zona Perdagangan Bebas ASEAN pada 2015 yang ditandai dengan liberalisasi arus barang dan modal serta tenaga kerja.

Menteri Perdagangan dan Industri Singapura itu menambahkan bahwa berdasarkan realitas yang ada saat ini, rencana pemberlakukan satu mata uang ASEAN agaknya belum bisa diwujudkan sampai 2015.

Superkaya Indonesia

Sebuah laporan yang disampaikan firma investasi, Merrill Lynch dan Capgemini, baru-baru lalu menyebutkan, bahwa sepertiga orang superkaya di Singapura adalah orang Indonesia.

Dari 55.000 orang superkaya di Singapura atau biasa disebut high networth individuals dengan total kekayaan sekitar US$260 milar, 18.000-nya merupakan orang Indonesia. Dana orang Indonesia dari golongan ini yang mengendap di negara tersebut diperkirakan mencapai sekitar US$87 miliar atau setara dengan Rp791 triliun.

Pemerintah Singapura tersengat ketika dituding menjadi sarang persembunyian para ”konglomerat hitam” dari Indonesia. Karena itu, pihak Singapura mendorong agar perjanjian ekstradisi segera disepakati kedua negara.

Belum adanya perjanjian ekstradisi antara RI dan Singapura menimbulkan kecurigaan masyarakat Indonesia terhadap niat baik negara kota itu dalam memberantas korupsi dan kejahatan. Sebab, sejauh ini banyak penjahat, terutama yang berurusan dengan ekonomi, masih bisa bersembunyi di Singapura.

Menurut catatan, sejumlah buron kasus korupsi yang membawa uang ratusan juta dolar AS itu antara lain, Sudjiono Timan (terpidana 15 tahun dalam kasus korupsi dana BPUI), Maria Pauline Lumowa (pembobol BNI), Nader Taher (terpidana kasus kredit macet Bank Mandiri), serta Bambang Soetrisno (kasus BLBI Bank Surya)

Selain itu, terdapat beberapa bankir yang masih menjadi buron, seperti Irawan Salim (tersangka kasus Bank Global), Agus Anwar (tersangka BLBI Bank Pelita), Atang Latief (kasus BLBI Bank Bira), Lydia Mochtar (kasus BLBI Bank Tamara), dan Sjamsul Nursalim (korupsi BLBI Bank Dagang Negara Indonesia). [cha, berbagai sumber]

Arab Kecam Pendudukan Tak Sah AS di Iraq

Kamis, 29 Maret 2007

Meski dikenal sebagai sekutu utama, Arab Saudi bisa bersikap keras terhadap Amerika Serikat (AS). Negeri kaya minyak ini mengecam tindakan AS di Iraq

Hidayatullah.com---Raja Abdullah dari Arab Saudi, yang merupakan sekutu dekat AS, dalam pidato pembukaan pertemuan tahunan Arab di Riyadh, Rabu (28/3), mengecam pendudukan asing tidak sah atas Iraq.

”Saya mencintai Iraq, darah ditumpahkan di antara saudara dalam bayangan pendudukan asing yang tidak sah dan konflik sektarian mengancam adanya perang sipil,” ujar Abdullah.

Dia juga mengatakan negara-negara Arab yang sedang merencanakan untuk meninjau rencana damai Timur Tengah yang berusia lima tahun dalam sebuah pertemuan, tidak akan membiarkan adanya pasukan asing memutuskan masa depan wilayah itu.

Di masa lalu, para pemimpin Arab Saudi, termasuk Menteri Luar Negeri Pangeran Saud al-Faisal sering mengkritik kebijakan AS di Iraq, namun tidak pernah menganggap kehadiran pasukan AS di sana tidak sah.

Sementara itu di Washington, Kubu Demokrat dalam Kongres tampaknya tidak akan mundur dalam menentang perang Iraq, dengan berkeras Presiden Bush harus menerima penentuan waktu penarikan pasukan sebagai pertukaran pemberian miliaran dolar AS untuk dana perang.

”Kami berharap presiden mengerti bagaimana seriusnya kami,” ujar pemimpin mayoritas Kongres, Harry Reid setelah Senat melakukan pemungutan suara untuk mendukung proposal rancangan dana perang guna penarikan pasukan.

Sementara itu, Presiden George W Bush dalam pertemuan Asosiasi Pengusaha Daging di Washington, Rabu, mengatakan usaha Demokrat untuk menghalangi kebijakan AS di Iraq hanya akan mengganggu strategi militer yang berdampak buruk bagi keamanan AS.

Namun Reid dan parlemen Demokrat lainnya mengatakan tidak akan mendukungnya.

Rancangan undang-undang mendanai operasi di Iraq dan Afghanistan, namun meminta Bush untuk mulai memulangkan pasukan perang secepat mungkin dengan tujuan untuk mengakhiri misi tempur pada 31 Maret 2008.

Parlemen pekan lalu meloloskan rancangan undang-undang serupa dengan hasil 218-212 suara. RUU tersebut memerintahkan pasukan perang untuk ditarik pada tanggal 31 Agustus 2008. [ap/rtr]

MENCEGAH UPAYA SEKULARISASI PANCASILA

Oleh: K.H Ma'ruf Amin Maklumat ke-Indonesia-an yang digagas oleh sejumlah orang dalam simposium nasional di Fisip UI yang lalu, dengan ...