Ads

Tuesday, May 30, 2006

Pascagempa, Presiden Minta Bencana Tak Dipolitisasi

Foto: Aksi pencurian yang memanfaatkan situasi pascagempa di rumah-rumah kosong warga mulai terjadi di beberapa dusun di Kabupaten Bantul.

Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta semua pihak agar tidak memolitisasi upaya penanganan bencana hanya karena pemerintah tidak mengumumkan musibah gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah sebagai bencana nasional.

"Saya tidak ingin ini menjadi isu politik. Ini masalah kemanusiaan," kata Presiden di Gedung Agung Yogyakarta, Senin (29/5) malam, seperti dikutip Antara.

Presiden menegaskan hal itu menanggapi komentar sejumlah pihak yang mempertanyakan pemerintah tidak menetapkan musibah gempa ini sebagai musibah nasional meski jumlah korban telah mencapai ribuan orang.

Presiden menegaskan, hendaknya bencana jangan dilihat dengan statusnya, tetapi dari upaya penanganan yang dilakukan sebab sejak hari pertama bencana semua sistem telah bekerja, baik pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, hingga pemerintah pusat.

Pemerintah pusat dan daerah, ujarnya, telah memfokuskan diri untuk menangani ribuan korban yang meninggal dan luka-luka serta memberikan perawatan dan bantuan yang lengkap dan utuh bagi mereka yang menjadi korban dalam gempa bumi ini.

Rp 30 juta
Di Jakarta Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla menegaskan, pemerintah akan memberikan bantuan Rp 30 juta per keluarga untuk pembangunan kembali rumah penduduk yang rusak berat. Penduduk yang rumahnya rusak ringan akan dibantu Rp 10 juta per keluarga.

"Warga bisa bekerja sendiri membangun rumahnya secara bergotong-royong dan pemerintah membantunya dengan dana rekonstruksi, yang akan dikucurkan dalam dua tahap. Pemerintah juga telah meminta manajemen PT Semen Gresik untuk membuka kios-kios semen di kawasan bencana. Begitu pula pabrik asbes dan seng supaya membuka kios- kios dengan harga murah," kata Kalla dalam keterangan pers di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Senin.

Kepada sekitar 50.000 penduduk Yogyakarta dan Jawa Tengah lainnya yang menjadi korban bencana, pemerintah akan memberikan bantuan kebutuhan hidup sebesar Rp 1 juta per keluarga per bulan. Biaya hidup tersebut diberikan jika satu keluarga mempunyai anggota lima orang.

Menurut Wapres, bantuan Rp 1 juta, antara lain, untuk bagi kebutuhan pakaian Rp 100.000. Lalu, Rp 100.000 per keluarga untuk pembelian peralatan rumah tangga. Pemerintah juga akan memberikan beras 60 kilogram per keluarga plus lauk pauk per bulan. Untuk itu, pemerintah sudah menganggarkan dana tanggap darurat Rp 75 miliar untuk tiga bulan pertama.

"Pemerintah sengaja memberikan bantuan berupa uang supaya ekonomi masyarakat setempat dapat berjalan. Masyarakat bisa memilih kebutuhannya, juga dapat muncul penjual dan pembeli sehingga aktivitas ekonomi tumbuh lagi," lanjut Wapres.

Di Surabaya Menteri Negara Perumahan Rakyat Muhammad Yusuf Asy’ari menyebutkan, sedikitnya 13.000 rumah warga di Yogyakarta dan daerah sekitarnya telah hancur. Angka itu merupakan hasil pencatatan sementara tim yang diturunkan Kementerian Negara Perumahan Rakyat dibantu dinas permukiman dan sarana prasarana wilayah setempat. Hampir 90 persen dari 13.000 rumah itu kondisinya hancur total sehingga perlu renovasi utuh.

Di tempat terpisah Menko Perekonomian Boediono mengatakan, proses rehabilitasi dan rekonstruksi memerlukan waktu setahun. Selama itu pemerintah akan membangun kembali infrastruktur dasar, terutama rumah penduduk yang hancur.

Dana pendukung rehabilitasi dan rekonstruksi senilai Rp 1 triliun. Selain dari APBN, diupayakan juga dari sumber lain.

Kemarin sebanyak 81 delegasi dari 17 negara dan sembilan lembaga keuangan internasional bertemu Boediono. Mereka mengungkapkan kesanggupan membantu pemerintah dalam menanggulangi bencana gempa di Yogyakarta dan sekitarnya. "Sebagian besar tertarik membantu upaya tanggap darurat dengan hibah," kata Boediono.

Meskipun demikian, dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi di Yogyakarta pemerintah tidak akan membentuk lembaga sejenis Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh dan Nias. Alasannya, dampak gempa di Yogyakarta dan Jawa Tengah tidak sebesar tsunami di Aceh, sementara pemerintahan daerah masih bisa berjalan.

"Memang banyak yang rusak, namun sumber daya produktif masih bisa berjalan sehingga tidak perlu BRR. Kita berdayakan sumber daya yang ada," katanya.

Sementara itu, Menko Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie mengatakan, masa tanggap darurat memerlukan waktu tiga bulan. Selama masa itu pemerintah akan memasok bantuan makanan kepada korban. Khusus untuk penanganan jenazah harus selesai sepuluh hari, begitu juga penanganan pasien yang terluka.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya telah mencairkan dana Rp 50 miliar untuk operasi tanggap darurat melalui rekening Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana, diambil dari anggaran pascabencana dalam APBN 2006. "Alokasi dana pascabencana tahun ini hanya Rp 500 miliar untuk kebutuhan di seluruh Indonesia," katanya.

Dana Rp 50 miliar yang telah dicairkan diperkirakan sudah memadai untuk saat ini, sedangkan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi, belum bisa diestimasi. "Kami sudah bahas kemungkinan pembiayaan dari APBN Perubahan atau donor," katanya.

Sri Mulyani mengatakan, bantuan dari negara donor bisa berupa hibah atau relokasi utang bersyarat lunak yang sudah disetujui. Lembaga keuangan yang sudah menetapkan komitmen bantuan, antara lain, Bank Pembangunan Asia (ADB) 50 hingga 60 juta dollar AS dan Bank Dunia senilai 40 hingga 60 juta dollar AS. "Ini termasuk pembangunan kecamatan, infrastruktur darurat seperti air bersih," katanya.

Menurut dia, belum ada tawaran penundaan pembayaran atau moratorium utang, seperti saat terjadi bencana tsunami di Aceh. "Moratorium tidak, tetapi tawaran hibah sudah ada, antara lain, dari Bank Pembangunan Islam," katanya. (har/nik/OIN)

No comments:

MENCEGAH UPAYA SEKULARISASI PANCASILA

Oleh: K.H Ma'ruf Amin Maklumat ke-Indonesia-an yang digagas oleh sejumlah orang dalam simposium nasional di Fisip UI yang lalu, dengan ...