Ads

Friday, June 02, 2006

Kongres Penulis Internasional Kecam Amerika

Sekitar 450 penulis dari 80 negara menghadiri kongres Internasional berkumpul. Mereka juga mengecam keras politik perang Amerika Serikat

Hidayatullah.com--Sekitar 450 penulis dari 80 negara datang ke Berlin menghadiri kongres internasional organisasi pengarang PEN ke-72. PEN, singkatan dari poets, essayists, novelis. Setiap tahun, organisasi pengarang PEN menggelar konggres internasional. Kali ini Jerman menjadi tuan rumah, yang pertama sejak 2 dekade.

Selama 6 hari, sejak 23 sampai 28 Mei lalu, para penulis puisi, esai dan novel dari berbagai negara berkumpul di Berlin. PEN memperjuangkan kebebasan dalam berkarya dan menentang setiap bentuk kebencian antar ras, antarkelas, dan antarbangsa. Pertemuan tahun ini mengusung tema “menulis dalam dunia yang tak tenang“.

Konggres internasional PEN jarang mendapat sambutan besar, seperti yang sekarang. Bahwa pembukaan dilakukan oleh seorang kepala negara, seperti kali ini oleh Presiden jerman Horst Köhler. Kanselir Angela Merkel, yang selama ini tak menunjukkan kontribusi sedikitpun pada bidang kultur, bersedia menerima para pengarang di kantornya.

Pada pembukaan kongres, para anggota PEN menguraikan panorama perang yang besar dan bersejarah. Pengarang, tidak selalu memainkan peran mendamaikan. Mulai dari jaman Yunani-Romawi, perang dunia hingga konflik-konflik saat ini. Ketua Dewan PEN Jerman misalnya menguraikan skenario pembunuhan yang terbentang dari Balkan sampai Afganistan, dari Kongo hingga Kaukasus.

"Dengan rasa takjub dan kecemasan yang terus membesar, kita menyadari saat ini, bahwa perang agama, seperti yang kita alami di abad 16 dan 17, bukan hanya terjadi di masa lalu, seperti yang selama ini kita percayai dengan buru-buru. Bukan hanya kelompok fanatik dalam Islam, tapi juga Kristen, Yahudi dan Hindu yang dewasa ini mengumandangkan perang suci dengan api dan pedang, untuk membersihkan dunia dari orang-orang tak beriman," ujar Johano Strasser.

Pada acara pembukaan peraih penghargaan Nobel Sastra Günter Grass menyampaikan analisa konflik yang meruncing untuk perkembangan politik setelah berakhirnya perang dingin. Penulis kondang Jerman itu menghakimi politik perang ala Amerika.

"Saat ini kita hanya tidak berdaya menghadapi kekuatan adidaya, yang dalam pencarian untuk menemukan musuh baru. Untuk dipersalahkan, karena –tengok saja bin Ladin- terorisme yang berkembang ingin ditaklukkan dengan senjata. Namun perang yang diinginkan kekuatan itu dan yang mengabaikan hukum dunia yang beradab malah mendorong timbulnya teror dan tidak bisa mengakhirinya," ujarnya.

Di tingkat internasional, organisasi pengarang PEN memperluas jaringannya. Baru-baru ini didirikan dewan baru PEN di Pretoria, Afrika Selatan. Jaringan di kawasan Amerika Latin dan Asia juga akan diperkuat.[dwwd/cha]

No comments:

MENCEGAH UPAYA SEKULARISASI PANCASILA

Oleh: K.H Ma'ruf Amin Maklumat ke-Indonesia-an yang digagas oleh sejumlah orang dalam simposium nasional di Fisip UI yang lalu, dengan ...